SuaraBhinneka – Pramuka, singkatan dari Praja Muda Karana, yang berarti “Rakyat Muda yang Suka Berkarya”. Pramuka adalah organisasi pendidikan nonformal di Indonesia yang bertujuan membentuk watak, kepribadian, dan keterampilan generasi muda melalui kegiatan kepanduan.
Sejarah Gerakan Pramuka Indonesia
Gerakan Pramuka di Indonesia memiliki akar yang dalam, jauh sebelum kemerdekaan. Berikut adalah ringkasan sejarahnya:
Awal Mula (Masa Kolonial Belanda)
Gerakan kepanduan di Indonesia dimulai tahun 1912 dengan berdirinya cabang Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) oleh Belanda. Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIVP) tahun 1916.
Pada tahun yang sama (1916), Sri Mangkunegara VII membentuk organisasi kepanduan pertama milik bangsa Indonesia, yaitu Javaansche Padvinder Organisatie (JPO). Ini memicu lahirnya berbagai organisasi kepanduan lain di Indonesia.
Seperti Hizbul Wathan (HW) pada tahun 1918, Jong Java Padvinderij (JJP) tahun 1923, Nationale Padvinders (NP), Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ), dan Pandoe Pemoeda Sumatra (PPS).
Melihat perkembangan organisasi kepanduan milik pribumi, Belanda melarang penggunaan istilah “Padvinder” untuk organisasi di luar milik Belanda. Oleh karena itu, K.H. Agus Salim memperkenalkan istilah “Pandu” atau “Kepanduan” yang kemudian digunakan organisasi kepanduan di Indonesia.
Pada tahun 1926, organisasi kepanduan di Indonesia memunculkan semangat persatuan dengan meleburnya NPO dan JIPO menjadi Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO). Selanjutnya, 23 Mei 1928, terbentuk Persaudaraan Antar Pandu Indonesia (PAPI) yang mengkoordinir beberapa organisasi kepanduan nasional.
Antara Tahun 1941–1945 (Pendudukan Jepang)
Setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda awal 1942, pemerintah militer Jepang membubarkan semua organisasi kepanduan. Alasannya, kepanduan dianggap berpotensi menjadi wadah perlawanan dan memupuk semangat kebangsaan yang berlawanan dengan kepentingan Jepang.
Sebagai gantinya, Jepang membentuk organisasi kepemudaan baru yang sepenuhnya berada di bawah kendali Jepang, seperti:
Seinendan (Barisan Pemuda): beranggotakan pemuda usia 14 sampai 22 tahun, dilatih semi-militer untuk membantu pertahanan dan kesiapsiagaan.
Keibodan (Barisan Pembantu Polisi): beranggotakan pemuda usia 20 sampai 35 tahun, berperan sebagai pengaman dan pembantu aparat Jepang.
Fungsi pendidikan karakter ala kepanduan diganti indoktrinasi dan latihan militer. Kegiatan yang sebelumnya fokus pada pembentukan kepribadian, keterampilan hidup, dan cinta alam berubah menjadi latihan baris-berbaris, pengenalan senjata, serta penanaman ideologi Asia Timur Raya.
Meski kepanduan dibekukan, semangat dan nilai-nilai dasar tidak hilang. Banyak mantan pandu diam-diam berhubungan dan saling mendukung, sehingga pasca kemerdekaan, mereka membangkitkan kembali kegiatan kepanduan dengan cepat.
Masa Kemerdekaan dan Pembentukan Gerakan Pramuka
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, 28 Desember 1945, lahirlah organisasi kepanduan, yaitu Pandu Rakyat Indonesia. Selain itu, ada lagi organisasi kepanduan yang berdiri di Indonesia. Hanya saja ratusan organisasi kepanduan yang ada saat itu, kurang koordinasi.
Periode 1945–1950 memang menjadi masa kebangkitan kembali kepanduan di Indonesia.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, suasana euforia kemerdekaan, mendorong tokoh muda dan mantan anggota kepanduan menghidupkan organisasinya. Nilai-nilai kepanduan yang menanamkan disiplin, kemandirian, dan semangat persatuan dianggap penting untuk mempertahankan kemerdekaan.
- Banyak organisasi kepanduan muncul kembali atau berdiri baru, di antaranya:
- Hizbul Wathan: kepanduan milik Muhammadiyah, yang sempat dibubarkan Jepang, diaktifkan kembali.
- Tunas Indonesia: lahir sebagai wadah kepanduan pasca kemerdekaan dengan semangat nasionalis.
- Pandu Rakyat Indonesia: Salah satu organisasi kepanduan terbesar saat itu, berorientasi pada pembinaan generasi muda demi negara.
- Organisasi lain seperti Saka Bhayangkara berakar dari gerakan kepanduan pasca kemerdekaan.
Namun, pada masa ini kepanduan di Indonesia belum bersatu dalam satu wadah nasional. Organisasinya masih berdiri sendiri, umumnya terikat pada afiliasi politik, agama, atau kelompok sosial tertentu. Meski begitu, semangat persatuan tetap terjaga karena memiliki tujuan sama: membentuk generasi muda yang tangguh dan siap membela kemerdekaan.
Antara Tahun 1950–1961 (Menuju Organisasi Tunggal)
Memasuki awal 1950-an, Indonesia memasuki masa transisi setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda (27 Desember 1949). Gerakan kepanduan kembali berkembang, namun tantangannya adalah fragmentasi organisasi. Pada masa ini:
- Puluhan organisasi kepanduan berdiri, baik yang bersifat nasional maupun lokal.
- Sebagian berafiliasi dengan partai politik, organisasi keagamaan, atau kelompok sosial tertentu.
- Kegiatan kepanduan semakin bervariasi, arah pembinaan generasi muda menjadi tidak seragam.
Pemerintah menyadari perbedaan visi-misi antarorganisasi bisa memecah persatuan. Selain itu, kondisi politik nasional yang penuh gejolak pada 1950-an (pemberontakan daerah, pergolakan ideologi) mendorong perlunya satu wadah kepanduan nasional yang netral.
Tonggak Menuju Penyatuan:
1951 – Berdiri Ikatan Pandu Indonesia (Ipindo), berupaya mempersatukan beberapa organisasi kepanduan, namun belum berhasil sepenuhnya.
1953 – Indonesia menjadi anggota penuh World Organization of the Scout Movement (WOSM) melalui Ipindo.
1955–1960 – Pemerintah semakin gencar mendorong unifikasi, didukung tokoh-tokoh kepanduan dan militer yang melihat pentingnya satu sistem pembinaan generasi muda.
Tahun 1961 (Lahirnya Gerakan Pramuka)
Tahun 1961 menjadi tonggak sejarah penting bagi kepanduan di Indonesia. Presiden Soekarno memutuskan untuk menyatukan seluruh organisasi kepanduan yang ada menjadi satu organisasi tunggal bernama Gerakan Pramuka.
Langkah ini diambil untuk menghilangkan perpecahan dan memastikan pembinaan generasi muda dilakukan secara seragam, netral, dan berlandaskan Pancasila.
9 Maret 1961 – Presiden Soekarno memberi amanat kepada tokoh-tokoh kepanduan untuk mempersiapkan pembentukan Gerakan Pramuka. Presiden Soekarno kemudian mengumumkan pembentukan Gerakan Pramuka, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia.
Penyatuan tersebut diresmikan lewat Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, dan tanggal 14 Agustus 1961 ditetapkan sebagai Hari Pramuka. Peresmiannya melalui upacara di halaman Istana Negara. Diacara itu, Presiden Soekarno menyerahkan Panji Gerakan Pramuka kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Tanggal 14 Agustus inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pramuka di Indonesia setiap tahunnya..Peristiwa ini menandai berakhirnya masa kepanduan yang terpecah-pecah, sekaligus menjadi awal era baru pembinaan generasi muda. Sejak itu, Gerakan Pramuka satu-satunya organisasi kepanduan resmi di Indonesia.
Pramuka di Era Modern
Sejak diluncurkan pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Meski tantangan generasi muda semakin kompleks, Pramuka tetap mempertahankan perannya sebagai wadah pendidikan nonformal yang membentuk karakter, keterampilan, dan semangat kebangsaan.
Perkembangan penting di era modern:
1970–1990-an – Gerakan Pramuka menjadi kegiatan wajib di sekolah-sekolah. Setiap siswa mengikuti latihan rutin, perkemahan, dan ujian kecakapan.
2000-an – Mulai dihadapkan pada tantangan globalisasi, teknologi, dan menurunnya minat generasi muda. Pembaruan program dilakukan agar kegiatan Pramuka lebih menarik dan relevan.
2010 – Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka disahkan, memperkuat dasar hukum dan memperjelas tujuan pembinaan generasi muda melalui Pramuka.
2010–sekarang – Kegiatan Pramuka diperkaya dengan pelatihan kewirausahaan, keterampilan digital, mitigasi bencana, dan kepedulian lingkungan.
Lambang Pramuka
Lambang Gerakan Pramuka adalah Tunas Kelapa, yang diciptakan oleh Sumardjo Atmodipuro dan digunakan mulai 14 Agustus 1961. Lambang ini melambangkan jiwa muda yang kokoh, terus berkembang, dan berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.
Tujuan Gerakan Pramuka, untuk membentuk karakter, mengembangkan keterampilan, dan kecakapan hidup anggotanya, serta menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan kesadaran bela negara. Hal ini diwujudkan melalui pengamalan Dasa Dharma dan Trisatya Pramuka.
Ciri khas Pramuka modern:
- Tetap mempertahankan tradisi seperti upacara bendera, perkemahan, dan latihan baris-berbaris.
- Memasukkan keterampilan abad 21, seperti literasi teknologi, komunikasi efektif, dan kepemimpinan digital.
- Lebih aktif dalam kegiatan sosial, lingkungan, dan kebencanaan.
Dengan adaptasi ini, Gerakan Pramuka tetap relevan sebagai sarana pembentukan generasi muda yang tangguh, mandiri, dan berkarakter, sekaligus siap menghadapi tantangan masa depan tanpa melupakan jati diri bangsa.
Kegiatan Pramuka di era modern mencakup:
- Perkemahan – melatih kemandirian, kerja sama, dan keterampilan hidup di alam terbuka.
- Penjelajahan alam – mengenal lingkungan, mengasah ketahanan fisik dan mental.
- Keterampilan bertahan hidup – termasuk membuat api unggun, memasak di alam, dan mendirikan tenda.
- Pertolongan pertama – memberikan bantuan darurat pada kecelakaan atau bencana.
- Keterampilan baris-berbaris – melatih disiplin dan koordinasi.
- Kegiatan sosial dan bakti masyarakat – seperti gotong royong, penghijauan, bantuan bencana, dan edukasi kesehatan.
Tingkatan Anggota Pramuka
Gerakan Pramuka membagi anggotanya ke dalam empat tingkatan berdasarkan usia dan tingkat perkembangan kemampuan:
Siaga – Usia 7–10 tahun
- Tingkat awal bagi anak-anak yang mulai mengenal dasar-dasar kepramukaan.
- Kegiatan berfokus pada permainan edukatif, kerja sama, dan disiplin sederhana.
Penggalang – Usia 11–15 tahun
- Masa untuk mengembangkan keterampilan teknis seperti perkemahan, penjelajahan, dan pertolongan pertama.
- Penekanan pada kerja tim, kepemimpinan awal, dan tanggung jawab kelompok.
Penegak – Usia 16–20 tahun
- Fokus pada pengembangan kepemimpinan, pengabdian masyarakat, serta keterampilan lanjutan seperti bertahan hidup di alam bebas.
- Anggota mulai memimpin adik tingkatnya dalam kegiatan Pramuka.
- Pandega – Usia 21–25 tahun
- Tingkat tertinggi, di mana anggota diarahkan menjadi pelatih, pembina, atau penggerak kegiatan sosial.
- Lebih banyak berperan dalam perencanaan, pembinaan, dan pengabdian di masyarakat.
- Pedoman Sikap dan Perilaku Pramuka
Gerakan Pramuka memiliki pedoman moral yang menjadi landasan sikap dan perilaku setiap anggotanya, yaitu:
Tri Satya
- Janji yang diucapkan oleh anggota Pramuka untuk:
- Mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara.
- Menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat.
- Menjalankan Undang-Undang Pramuka dengan penuh tanggung jawab.
Dasa Darma
Sepuluh pedoman hidup yang mencerminkan nilai moral, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Prinsip ini mengajarkan kejujuran, disiplin, cinta alam, kerja sama, keberanian, dan sikap hormat kepada orang tua, guru, serta sesama warga negara.
Kedua pedoman ini bukan sekadar hafalan, tetapi diharapkan menjadi panduan nyata dalam perilaku sehari-hari anggota Pramuka, baik di dalam kegiatan organisasi maupun di kehidupan masyarakat.
Ciri Khas Visual Pramuka
Salah satu hal yang mudah dikenali dari Gerakan Pramuka adalah seragamnya. Seragam Pramuka dilengkapi tanda kecakapan yang menunjukkan pencapaian keterampilan atau pengetahuan tertentu. Tanda-tanda ini menjadi simbol prestasi, semangat belajar, serta bukti perkembangan kemampuan setiap anggota.
Selain tanda kecakapan, atribut lain seperti baret, syal (hasduk), peluit, dan tongkat juga menjadi bagian dari identitas visual Pramuka. Seragam ini tidak hanya berfungsi sebagai pakaian kegiatan, tetapi juga sebagai lambang persatuan yang menyatukan anggota dari berbagai latar belakang.
Dengan penyesuaian terhadap perkembangan zaman, Gerakan Pramuka tetap menjadi wadah pembinaan generasi muda yang tangguh, kreatif, dan peduli, siap menghadapi tantangan global tanpa kehilangan jati diri bangsa.***
.
Penulis : Agus Purwoko
Editor : Gusmo
Sumber Berita: Berbagai Sumber