SuaraBhinneka.id – Warga miskin kota Probolinggo, kini tak hanya mendapat bantuan sembako, mereka juga akan memperoleh bantuan hukum. Kabarnya, warga miskin yang tersandung kasus hukum akan dibantu oleh Pemkot Probolinggo, sebesar Rp5 juta per perkara.
Tapi, jangan keburu senang. Masalahnya, bantuan pendampingan hukum tersebut tidak diberikan ke warga yang tersandung kasusu hukum. Melainkan, diserahkan ke lembaga bantuan hukum (LBH) yang menangani atau mendampingi persoalan hukum warga.
Kabar ini diketahui, saat Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota, menggelar Penyuluhan Hukum atau Sosialisasi Perda Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin. Selasa, 17 September 2025, siang.
Acara sosialisasi berlangsung di Ruang Rapat Bayuangga pada Bagian Umum. Pihak penyelenggara menghadirkan dua nara sumber, yakni anggota DPRD Kota Probolinggo, Sibro Malisi dan Hj. Nur Hudana. Acara tersebut menghadirkan puluhan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, serta emak-emak.
Nur Hudana atau yang biasa disapa Ning Dana, mendapat giliran pertama. Ia menjelaskan tentang persyaratan warga yang akan mendapat bantuan atau pendampingan hukum dari pemkot. Selain itu, politikus PKB ini mengurai taya cara untuk mendapatkan bantuan serta hak dan kewajiban.
“Jadi tidak semua warga miskin mendapat bantuan hukum. Ada persyaratan yang harus dipenuhi. Domisilinya harus di Kota Probolinggo. Terdaftar di data kemiskinan atau memiliki kartu miskin yang dikeluarjkan pemkot,” jelasnya.
Tak hanya itu, Ning Dana menyebut, pemohon bantuan hukum mengajukan permohonan ke pemberi bantuan hukum, dalam hal ini Bagian Hukum Pemkot Probolinggo. Jika tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, bisa secara lisan.
Pemohon, bisa langsung ke kantor Bagian Hukum Pemkot. Dengan membawa Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri yang sah dan masih berlaku serta telah dilegalisir. Jangan lupa membawa kartu miskin atau surat keterangan miskin dari lurah.
Dokumen yang berkenaan dengan perkara, dan uraian atau penjelasan yang sebenar-benarnya tentang masalah hukum yang sedang dihadapi. “Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan sebagainya diatur di Perwali,” jelas Ning Dana.
Sedang Sibro Malisi, membahas soal ruang lingkup bantuan hukum. Di antaranya, kasus hukum perdata, pidana dan Tata Usaha Negara (TUN). Saat ditanya kasus perdata oleh peserta diskusi, apakah mendapat bantuan hukum juga, Sibro mejawab.
“Di perdanya hanya tiga perkara. Perkara perdata, pidana dan Tata Usaha Negara. Soal perkara tanah waris, perceraian bisa. Kalau perkara narkoba, di perda tidak ada,” jawab Sibro.
Disebutkan, pemerintah daerah dalam hal ini, hanya membiayai proses hukumnya. Sedang biaya lain-lain misalnya perjalanan ke Surabaya, kalau ke PTUN, ditanggung pemohon bantuan hukum. “Kalau kasus perceraian ada tuntutan biaya nafkah misalnya, bukan tanggungan pemerintah daerah,” jelas Sibro sambil tertawa.
Selain ligitasi, pemerintah daerah lanjut Sibro, membantu proses hukum atau perkara yang diselesaikan dengan cara non ligitasi. Penyelesaian sengketa atau perkara di luar pengadilan atau jalur hukum formal.
Seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau konsultasi dengan pihak ketiga yang netral untuk mencari kesepakatan yang saling menguntungkan. Fokus pada pencapaian solusi damai dan menguntungkan bagi semua pihak yang bersengketa.
“Perkara itu tidak harus diselesaikan di pengadilan. Bisa diselesaikan di luar pengadilan kok. Restoratif justice, namanya. Di pengadilan, kepolisian, kejaksaan, ada. Ya, kalau bisa diselesaikan di Restoratif justice kelurahan. Mediasi,” harap Sibro.
Sementara itu, perwakilan Bagian Hukum Anita menyatakan, kalau pemkot sudah menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Posbakum Mafin, yang berkantor di Kelurahan Jrebeng Kulon, Kecamatan Wonoasih.
Nantinya, menurut Anita LBH atau Posbakum itulah yang mendampingi pemohon bantuan hukum di pengadilan, sampai perkara yang ditangani, berkekuatan hukum tetap. “Jadi bantuannya, kami serahkan ke LBH yang menangani. Bukan diberikan ke pemohon,” jelasnya.
Untuk saat ini, baru ada satu LBH yang bekerjasama dengan pemkot. Jika ada LBH yang kepingin bekerjasama dengan pemerintah, soal penenganan perkara, pintu pemkot masih terbuka. Asal memenuhi syarat, sesuai Perda.
“Ya, LBH yang memenuhi syarat seperti yang tertuan di Perda. Syaratnya, berbadan hukum, terakreditasi, memiliki kantor atau sekretariat, ada pengurusnya dan punya program Bantuan Hukum,” jelas Anita.
Tentang Perda penyelenggaraan bantuan hukum, Anita berterusterang sampai saat ini belum ada perwalinya. Mesi begitu, ia menjelaska, kalau anggaran yang akan digelontorkan untuk bentuan hukum ini Rp100 juta pertahun.
“Infonya, biaya per perkara Rp5juta. Jadi kalau anggarannya Rp100 juta, maka warga yang bisa mengenyam dana bantuan hukum ini, hanya 20 orang setahun. Makanya kita nanti akan selektif,” pungkas Anita.***
Penulis : Agus Purwoko
Editor : Gusmo
Sumber Berita: Liputan