SuaraBhinneka (Polkam, Yogyakarta) – Penguatan keamanan siber nasional tidak lepas dari tata kelola politik dan keamanan nasional. Oleh karenanya, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) yang punya mandat sebagai sumbu integrasi lintas sektor, memastikan, perencanaan pembangunan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berjalan harmonis dengan keamanan nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informasi Kemenko Polkam, Marsda TNI Eko Dono Indarto, dalam Rapat Koordinasi Akselerasi, Menuju Zero Blankspot dan Penguatan Kapasitas Keamanan Siber di Seluruh Indonesia di Yogyakarta, Kamis (26/6/2025) kemarin.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 141 Tahun 2024 tentang Kemenko Polkam, serta Perpres Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital, sudah jelas. Penguatan keamanan siber nasional tidak bisa lepas dari tata kelola politik dan keamanan negara.
“Kemenko Polkam punya mandat sebagai sumbu integrasi lintas sektor, yang memastikan perencanaan pembangunan TIK berjalan harmonis dengan kebutuhan keamanan nasional,” tegas Eko Dono.
Pada kesempatan itu, Deputi Bidkoor Kominfo menyampaikan pesan Menko Polkam Budi Gunawan, tentang transformasi digital. Menurutnya, hal tersebut bukan lagi pilihan, tetapi sudah menjadi kebutuhan fundamental untuk menjawab tuntutan zaman. “Kita harus jujur mengakui, masih ada kesenjangan serius dalam akses dan kualitas layanan TIK di negeri ini,” katanya.
Berdasarkan data dari BAKTI Komdigi per Maret 2025 mencatat, ada 84.276 Jumlah Desa di Indonesia (Data BPS). 8.065 atau sekitar 9.6 persen di antaranya, ada desa yang cakupan sinyal dan kualitas layanan internetnya, rendah.
Sementara itu ada 1.849 atau sekitar 2.2 persen desa yang belum terjangkau sinyal seluler sama sekali, terutama di wilayah Papua, Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi. Wilayah yang justru strategis dari segi geopolitik, ketahanan energi, dan integrasi nasional.
“Kesenjangan ini bukan soal infrastruktur, tetapi menyangkut hak warga negara untuk mendapat layanan dan akses informasi yang setara. Oleh karena itu, agenda Zero Blankspot bukan sekadar program digitalisasi, tetapi cerminan dari komitmen kita terhadap keadilan pembangunan,” kata Eko Dono.
Deputi Kominfo juga menyampaikan, digitalisasi yang masif tanpa sistem keamanan yang kokoh membuka celah ancaman yang lebih kompleks. Dikatakan, tren serangan siber dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan tajam dari sisi volume, metode, dan target. Lembaga pemerintah, infrastruktur informasi vital (IIV), bahkan data pribadi masyarakat menjadi sasaran.
Tanpa mitigasi yang adaptif, kita berisiko menghadapi disrupsi digital yang merusak kepercayaan publik, mengganggu layanan dasar, dan melemahkan kedaulatan negara. Oleh karena itu, penguatan sistem deteksi dini, respons insiden, dan pengelolaan keamanan informasi harus menjadi agenda paralel dengan pembangunan konektivitas.
Kita tidak ingin membangun jalan bebas hambatan digital yang ujungnya menjadi jalur masuk serangan siber,” kata Eko Dono.
Sementara itu, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Kemendagri, Suprayitno menyampaikan, Kemendagri telah mendorong Pemerintah daerah (Kab/Kota) untuk mencanangkan Zero Blankspot di wilayahnya.
Kemudian melakukan pemetaan blankspot di wilayahnya sampai tingkat desa/kelurahan, sehingga dapat menjadi baseline dalam perencanaan pusat dan daerah dalam menekan angka blankspot di wilayahnya.
“Kami mendorong Gubernur, Bupati, dan Walikota memberi jaminan dan kepastian stabilitas keamanan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah. Serta mewujudkan setiap wilayah berdasarkan kewenangannya mendapat akses jaringan Seluler dan Internet,” harapnya.
Terutama pada Sarana prasarana layanan Dasar (Sekolah, Rumah Sakit, Kantor pelayanan/ Perizinan), kantor-kantor Pemerintahan sampai dengan kantor desa, ruang publik, Kawasan strategis dan Kawasan pariwisata melalui program kegiatan Dinas Kominfo Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Rapat koordinasi ini menghadirkan narasumber dari Kementerian Komunikasi dan Digital, Badan Siber dan Sandi Negara, dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.***