SuaraBhinneka.id – Polemik yang ada di Mie Gajoan, bukan persoalan parkir, tetapi tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW). Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, Jawa Timur, khusus untuk perkantoran, bukan perdagangan.
Penegasan itu disampaikan Louis Hariona, Wali Kota LSM Lira Kota Probolinggo, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang komisi III DPRD Kota Probolinggo, Selasa 12 Agustus 2025, siang. RDP yang sempat memanas itu, diprakarsai Komisi III DPRD setempat.
Dengan menghadirkan DPMPTSP Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Perhubungan (Dishub) Dispopar (Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata) DPUPR PKP, , Satpol PP, dan Asisten Pembangunan dan Perekonomian.
Pria yang biasa disapa Louis ini menyayangkan Wali Kota Probolinggo, yang tidak merespon alias tidak menanggapi rekomendasi Komisi III DPRD setempat, agar Mie Gacoan ditutup sementara, karena tidak memiliki atau mengantongi izin.
Akibat kekecewaan itu, LSM Lira kemudian melayangkan surat tertanggal 1 Juli 2025, yang isinya permohonan RDP untuk kedua kalinya. “Saya tidak tahu alasannya, kenapa hampir 1,5 bulan surat permohonan kami dijawab. Sehingga RDP kedua kali ini digelar pada hari ini,” kata louis dalam kalimat pengantar pembukaannya.
Ia kemudian menyampaikan keheranannya atas dibiarkannya Mie Gacoan beroperasi. Padahal, hampir lima tahun usaha kuliner yang berlokasi di jalan Suroyo ini, tidak mengantongi izin. Setelah izin pemanfaatan ruang, dianggap batal, karena Mie Gacoan hanya melaksanakan sebagian dari persyaratan yang disyaratkan
Sesuai surat Sekda Kota Probolinggo, tertanggal 16 Desember 2019, silam. Isinya, jika satu tahun persyaratan pada poin pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka secara otomatis, rekomedasi izin pemanfaatan lahan yang dikeluarkan Sekdakota, dianggap batal.
“Mau tidak mau ya harus ditutup, sesuai rekomendasi komisi III DPRD pada RDP pertama. . Karena rekomendasi perizinan yang dikeluarkan sekdakota, dianggap tidak ada. Jadi, 5 tahun beroperasi, Gacoan tidak punya izin,” jelas Louis.
Pria yang juga Koordinator Nasional Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional (LPKN) ini, menyebut tentang Undang-undang Nomor 26 Tahun 2027 Tentang Penataan Ruang. Louis menyebut, Bab XI Tindakan Pidana, Pasal 60 dan pasal 70.
Disebutkan dalam Pasal 69 ayat 1, Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Sedang Pasal 70 ayat 1 bunyinya, Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
“Itu pak pidana dan dendanya. Silahkan direkomendasi di tempat lain. Jangan di sana lagi. Karena Jalan Soeroyo RT RW-nya untuk perkantoran, bukan perdagangan. Ditempat yang baru nanti, pegusaha yang harus menyediakan tempat parkir,” tandas Wali Kota Lira.
Dalam kesempatan itu, Louis juga mempertanyakan tentang pajak makanan yang ditarik dan dibebankan ke konsumen. “Lo kok bisa, usaha tak berizin memungut pajak makanan dari pembeli sudah sekian tahun dibiarkan. Ini tidak kami bicarakan di sini, Tapi akan saya bawa ke Aparat Penegak hukum,” tegasnya.
Louis juga mengancam akan buka usaha kuliner di jalan Suroyo, jika mie Gacoan tidak ditutup atau dipindah. Ia juga menyinggung ketidak adilan kepada pengusaha kuliner lainnya, seperti Angkringan. “Mana keadilan pemkot. Jangan hanya angkringan saja yang digusur yang jualan di jalan SUroyo. Mie Gacoan juga harus ditertibkan,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Legal LSM Lira Kikis Mukish S.pd,SH,MH. Perempuan yang berprofesi sebagai pengacara ini menyoroti tentang keberadaan Mie Gacoan yang hingga kini dibiarkan beroperasi. Padahal, keberadaannya bermasalah.
“Kok pemerintah tutup mata. Padahal Mie Gacoan menabrak dan melanggar aturan, bahkan ada pelanggaran pidananya. Mie Gacoan memungut pajak makanan ke konsumen kok dibiarkan, padahal bermasalah, izin ke siapa,” tegas Kikis seraya menunjukkan struk pembelian.
Ditegaskan, Mie Gacoan tidak punya hak menarik pajak makanan ke konsumen yang besarannya 10 persen, sebelum permasalahannya selesai. Usai RDP Kikis Mukisah menilai pemerintah kota terkesan terlalu mengistimewakan Mie Gacoan.
“Tempat itu untuk perkantoran, bukan kafe atau semacamnya. Dasar hukumnya lemah. Produk hukumnya kabur, seperti RDP ini yang ujung-ujungngnya debat kursi,” ujar Kikis.
Karena itu, Kikis mengatakan akan membawa permasalahan tersebut ke Aparat Penegak hukum, karena ada tindak pidananya. “Permasalahan ini akan kami bawa ke Aparat Penegak Hukum. Nanti, kita tunggu saja,” ungkapnya.
Sementara itu usai RDP, Aditya, Legal Perizinan Mie Gacoan, mengaku baru saja mendapat arahan seusai bertemu dengan wali kota bulan lalu. Aditya juga mengaku, belum pernah menerima surat teguran. Soal relokasi, pihaknya masih akan membahas dengan pihak menejemen.
“Saya kan baru ditunjuk. Legal sebelum saya berhenti. Kami belum menerima teguran resmi ditahun 2025. Teguran lisan sebelum kami bertemu wali kota. Soal pindh atau tidak, kami bicarakan dulu dengan menejemen,” katanya singkat.***
Penulis : Agus Purwoko
Editor : Gusmo
Sumber Berita: Liputan